Minggu, 05 Januari 2014

Puisi terindah



Udara masih meronakan dingin yang gigil. Membasuh bulu kudukku hingga enggan terlelap. Dan jemari masih saja mengingat kenangan tentang puisi. Puisi terindah yang tanpa sengaja selalu kutulis untukmu. Beruntung sekali Allah merencanakan ini kepadaku. Merencanakan bahagia dan luka beriringan. Membuat emosiku tibatiba datang dan hilang. Membuat jemariku terus menekan tiap huruf dengan memikirkanmu. Dengan khayalku mengubah segala. Mengubahmu menjadi seperti mauku. Tanpa harus ada yang terluka. Karena aku hanya mampu bergeming di dunia kecilku. ‘Raja’ jiwaku menyepi.

Membuatmu menjadi seperti mauku. Seperti pelangi. Warna yang tak akan pernah habis kuceritakan. Karena penghabisannya ada padamu. Sementara ini aku masih terus menuliskannya pada semesta. Biar saja alam mengutukku menjadi penyair pelangi. Karena hariku akan terus kuisi dengan menuliskanmu; pelangiku.

Puisi terindah. Menurutku untukmu. Karena tak ada lagi yang mampu kutulis selain mengisahkan setiap jeda peristiwa. Tentangmu. Tapi lagilagi kau tak perlu membuntutiku, hanya karena awal aku menulis ada kamu. Selanjutnya, ya maumauku menuliskannya. Menceritakannya. Mendendangkannya. Karena pada yang sebenarnya dirimu hanyalah sebagai yang datang dan pergi. Dan terimakasih atas kedatangan dan kepergian yang kau peruntukkan pada nafas yang masih ada. Pada detak yang masih sama.

Terimakasih, karena ini aku begini. Karena itu aku begitu. Begitu terus bergairah untuk menarikan jemariku tanpa henti. Mengisahkan segala yang pernah ada. Denganmu dan tanpamu. Aku akan tetap mengisi semesta dengan pelangi yang masih akan terus kuwarnai.

Mengabadi dan membiarkan segala. Dalam pengejaanku pada setiap prosa yang kutulis. Semoga semesta terus mengutukku. Bercahaya dalam kehidupan dan kematianku. Selamat jalan.

9 Muharam 1435 H




Tidak ada komentar:

Posting Komentar