Jumat, 06 Desember 2013

Penghabisan




 mutiara itu jatuh
;runtuh
digemuruh namamu

matahari,
sinar itu pun jatuh
dipundakmu
memanen peluh
memanen keruh

semua luruh
tak ada lagi nyanyian
semua selesai
di derai penghabisan
;di akhir pengkhianatan




Rabu, 04 Desember 2013

Tak Ada Beban Tanpa Pundak



Aku tahu, hidup selalu menyilaukan duka dan bahagia. aku pun tahu bahwa hidup punya cerita, punya petanda dan punya pelangi. Maka biarlah aku berjalan diatas segala yang diberikanNya untukku. Karena tak akan ada beban tanpa pundak. Allah pasti telah menakdirkanku untuk kuat menjalani, meresapi rasa dan memaknai petanda. Aku harus selalu yakin dan akan tetap yakin. Dia tidak akan pernah salah. Memilih dan memilihkan untuk seorang hamba, yang telah diciptaNya dengan penuh kebijaksanaan dan cinta. Aku yakin dan akan selalu yakin.

Dan pelangi, mimpi yang selalu kuimpikan. Agngan yang selalu kuangankan. Akan terus kuupayakan selamanya. Agar sudi bersanding denganku dan dengannya yang juga mengeja makna. Makna dari kehidupan yang hanya sementara, fana, dan tak lama.

Maka biarlah aku menangis tersedu, menggigil dalam gerimis, terluka perih, dan linglung pada segala. Karena hanya Allah yang bisa. Yang mampu membuatku tetap berdiri dengan separuh bulan sabit dibibir ini. Ya, aku akan tetap menjadi manusia. Manusia dengan derai dan tawa. Jadi tak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan dari hidup. Karena semua memanglah punya cerita. Punya jalannya masingmasing. Kakikaki kita telah berpetunjuk untuk melangkah menujuNya. Maka genggamlah hati dan mintalah penjagaanNya. Agar kau-aku tidak tersesat terlalu jauh.

Tak ada beban tanpa pundak, judul nasyid dari Tiar. Telah membawaku jauh tenggelam. Tenggelam dalam cerita dan kenangan. Semoga selalu dalam keberkahan. Jazakumullah Tiar. Dan Jazakillah yang telah tak sengaja menyimpannya dalam sahabat jari, pandang, dan pikirku.




Wajah Langit (2)

Ketika semua tanya hampir kujawab. Kau muncul sebagai salah satu jawab yang aku menantinya. Entah, tak pernah terpikir akan sebahagia ini. Mengenalmu meski hanya sebatas cerita dan tawa yang melekat disetiap gambar yang kita sajikan. Menjadikan pertemuan ini semacam simbolsimbol persaudaraan. Cinta itu telah terukir dalam sekali. Meski waktu baru saja pertemukan dan mengikatkan rasa sayang diantara kita. Kau, menjelma cahaya dalam waktu yang hampir menggelapkan segala sinar yang kupunya. Sinar kehidupan yang seharusnya selalu ada dalam detak yang bercerita. Dan kau adalah salah satu sinar yang menjadikanku semakin tegar dan tenang.

Telah kukatakan sejak pertama Allah perkenalkan kita; bahwa aku belum seperti apa yang terlihat dalam pandangmu. Bahwa aku masih seperti yang kukatakan padamu. Aku belum benarbenar meyakini akan mampu sepertimu. Yang telah lama, yang telah terbiasa, yang telah begitu kuat. Aku belum tahu apakah diri ini akan mampu disini. Karena kau disana telah begitu ramah dan baik. Aku rindu.

Kau begitu baik. Kau begitu sangat menghormatiku. Meski aku amat tidak pandai menyayangimu. Menyenangkanmu dalam setiap sapa yang kau suguhkan padaku. Aku selalu mengecewakan kala kau ingin berbahagia, bercerita atau sekedar tersenyum kepadaku. Dan itu kita lakukan dalam simbol kasih sayang yang semoga selalu karenaNya. 

Wahai sholehah… semoga kau selalu bercahaya. Seperti mimpiku yang belum mampu kuterjemahkan dalam diri. Belum mampu kelekatkan selalu dalam wajah yang kerap sendu mengingatmu. Aku begitu bahagia ketika kau bercerita tentang peristiwa. Tentang leluconmu dan pujianmu yang selalu membuat kuterharu. Dan doamu yang begitu membahagiakanku. Semoga aku dapat sedikit menjadi bahagiamu.

Jadilah yang selalu menyenandungkan kebaikan. Semoga kelak kita dapat bersua. Berbagi nyata dalam langkah kakikaki kita ditanah ukhuwah yang akan selalu menetaskan rindu. Rindu menyenandungkan bahagia atas anugerah terindah. Atas rasa cinta yang terlahir karenaNya. Atas rasa percaya yang hadir dihatihati kita. Adikku yang Allah lahirkanmu dari takdir udara. Semoga kelak kita mampu menggenggamkan tangantangan kita untuk semakin mengeratkan yang belum saling bertatap. Belum saling berjabat. Dan belum saling berjalan beriringan. Semoga selau ada doa untukku-untukmu.

Dan akhirnya, kita pun saling menukar senyum, menukar tatap, menukar cerita, menukar tanya, dan menukar rahasia. Aku percaya kita akan mampu menatap bahagia dalam kehidupan yang masih kita pertahankan; perjuangkan untuk keabadian yang begitu kita ridukan. Semoga Allah menakdirkan kita, mengumpulkan kita dalam jannah yang dijanjikanNya. Maka, kita akan saling berdoa, menengadahkan tangantangan kita untuk saling memberi kekuatan. Saling memberi pertahanan. Agar kita mampu melewati kehidupan dengan penuh keberkahan. Dan kita akan sampai pada tempat impian tanpa kepanasan atau kesakitan.

Wahai yang aku sayangi karenaNya. Semoga segala cerita akan terus mengisi kenangan tanpa mampu dilupakan. Kau adalah yang selalu mengagumi penciptaku. Semoga Allah selalu menjagamu, memberimu kebaikan dan menyempurnakan kebahagiaan.

Dan semoga Allah selalu mengabulkan setiap pinta. Pintamu-pintaku. Hal terbaik adalah ketika kita dapat dengan lapang dan kesyukuran menerima segala hal yang hadir untuk kita. Bersama kita. Menyertai kita. Seharusnya kita bisa terus berbahagia karena kerelaan kita menerima. Menjalani dan terus menyabarkan diri. Karena Allah tidak akan pernah salah.

Luv u coz Allah.. 

Jazakillah khairon katsiran.. atas segala yang terhadirkan dariNya, darimu; untukku.





Saat Tiba Masanya; Hilang



Aku selalu berupaya untuk meletakkan harapan pada Tuhan, Rabb yang amat aku rindu. PadaNya yang aku tahu tak akan pernah mengecewakanku. Karena aku pernah terkecewakan pada harap yang salah kutitipkan. Harap yang kutitipkan pada yang tak pasti. Maka kini aku selalu menitipkan harap itu pada Tuhanku.

Dan saat masa itu tiba, aku begitu cemas. Gelisah memikirkanmu. Dimana? Kenapa? Tak jua kabar kau persembahkan untuk sekedar melenyapkan tanya yang terus memburuku. Aku cemas. Cemas karena kau tak muncul-muncul dalam layar yang selalu kupandangi. Selalu kunanti.

Apa kau baik-baik saja? Tanya ini selalu saja datang tanpa kumeminta. Sebuah pesan kukirimkan ke udara. Berharap kau akan memberi kabar. Hingga kini, hanya hening dan masih menunggu. Kamu tahu, aku begitu menyayangimu. Karena itu aku mengkhawatirkanmu. Kamu tahu, kau adalah salah seorang yang mampu membangkitkan mimpi, membuatku lebih tersenyum, kau mampu membahagiakanku meski aku tahu itu tak selamanya. Dan kini kau adalah salah seorang yang membuatku menangis cemas. Menangis takut ;aku takut. Kehilanganmu atau kau pergi meninggalkanku. Setelah begitu banyak cerita yang tersembahkan pada semesta. Setelah begitu besar rasa percaya diantara kita.

Kau membuatku begitu gelisah akhirakhir ini. Kau harus tahu. Aku sedih memikirkanmu. Pada siapa aku harus bertanya. Karena segala tak tahu tentang kita. Tentang jalinan saudara yang begitu erat dan cepat. Kita telah terburu sekali mengikatkan ukhuwah karenaNya. Tapi ini tidak juga terburu. Karena aku tahu ini rencana, dan DIA tidak akan pernah salah. Aku tahu itu. Dan aku yakin itu.

Semoga kau baik selalu. Semoga kita tak saling lupa. Semoga kau selalu dijaga, selalu dilindungi dan dirahmatiNya.


Selasa, 03 Desember 2013

Wajah Langit (3)



Kau harus bisa menjadi seperti matahari. Matahari yang akan terus bersinar meski terkadang mendung dan hujan menghadang. Membuatnya harus bersabar menanti waktu untuk hadir menyinari dunia. Tetapi matahari pasti terus menjalankan tugas dari Tuhannya, untuk terus bersinar hari ini, esok, lusa dan sampai waktu yang diaturNya. Kau harus bisa menjadi seperti matahari; selalu dalam kebaikan meski terkadang sekitar menyakitimu. Meski keadaan hampir membuatmu rapuh. Kau harus bisa menjadi seperti matahari. Tetap memberikan pencerahan meski gerimismu kadang datang tanpa kau undang.

Kau yang begitu istimewa. Terus memudahkan segala dengan keyakinanmu. Dan keyakinanmu meyakinkanku. Bahwa semua akan baikbaik saja. Ketenanganmu mampu menenangkan segala yang membuatku cemas. Kau begitu istimewa. Dan telah mengistimewakan segala;segala hal yang kupikirkan. Dan semua katamu menjadi petanda bahwa ini jalannya. Itu caranya. Dan begini hasilnya. Kau begitu mengistimewakan segala;segala hal yang membuatku ragu. Dan kau meyakinkan dengan segala hal yang telah kau saksikan, kau buktikan, kau amalkan. Semoga segala memberimu kebahagiaan dan keberkahan.

Wajah langit, tetaplah dalan kebaikanNya. Menunjuki jalanjalan kebenara dengan segala pengorbanan. Dengan kesabaran dan keramahtamahanmu. Kelembutanmu dalam segala yang membutuhkan petuahmu. Membutuhkan keyakinanmu untuk meyakinkan. Wajah langitku; kau begitu istimewa. Karena kau telah menanamkan dihatimu untuk mengistimewakan yang diistimewakanNya. Memuliakan yang dimuliakanNya. Menjaga yang terus menjagaNya.

Jadilah seperti matahari. Terus menjalankan tugas yang telah diamanahkanNya untuk ditunaikan. Dan kau; akan tetap menjalankan tugasmu sebagai hambaNya, apapun keadaannya, bagaimanapun sakitnya. Kau akan tetap menjadi seperti matahari. Meskipun beribu pengkhianatan kau dapati. Kau akan tetap menjadi seperti matahari; terus menjalankan tugasmu.

Dan aku; akan selalu dengan ketulusanku mendoakanmu. Jadilah seperti matahari. Apapun resikonya, apapun rasanya, apapun adanya. Karena itulah engkau dicipta; sebagai manusia
;untuk terus beribadah kepadaNya.


Jazakumullah khairan katsiran… atas segala pembekalan, pencerahan, pengistimewaan.
;katakatamu mengalihkan duniaku.











Jumat, 29 November 2013

Wajah-wajah Langit



Ketika itu mentari masih malu-malu memandangku. Hujan semalam masih menyisakan gigil yang kuyup. Akupun masih enggan beranjak dari ruangku. Ruang terdalam yang selalu kukunci. Aku masih basah oleh gerimisku semalam. Langit sedang berbaik hati, semalam diutusnya hujan untuk menemaniku agar tak terlalu sendu. Agar tak terlalu berisik bermalam dengan duka yang kerap menganak sungai. Membentuk jalaran di pipi dan guratan kerak di pagi hari. Karena itulah, mentari masih sangat malu bertamu di ruangku, masih segan dengan keadaanku yang carut marut. Tapi saat itu aku begitu tenang dengan hadirnya mentari yang malu-malu. Kupandangi ia dengan separuh kesadaran sebagai manusia. Aku luruh dalam kehangatan yang menyentuhku sangat hangat. Semoga tak lekas jadi panas yang membakarku.

Tak bisa begini terus. Aku harus bangun dari mimpimimpi. Mengingat wajah wajah langit semakin membuatku basah. Basah karena gerimis yang selalu mencipta sendirinya. Setidaknya aku bisa membuat gambar separuh bulan di bibirbibir itu. Meski aku luka dan tak berdaya. Karena bahagia mereka adalah bahagiaku; maka kupaksakan, kumampukan, kukuatkan setiap langkah dan cerita. Aku akan tetap mengudara dalam kata dan prosa. Semua aku lakukan untuk menabung bahagia. Jika bukan di dunia, maka akhirat adalah tempat paling abadi dan terbaik. Surga-lah tempat itu. Tempat terbaik untuk orang baik.

Setiap hari adalah tunas baru bagiku. Siap membentuk kelapangan dihati sekitar adalah hal paling menyenangkan. Entah, meski masih bersisa luka hal lain, setidaknya aku bisa benarbenar merasa bahagia saat kulihat ceria diantara kita. Bahagiamu; bahagiaku. Itu saja. Semoga selalu tetap begitu.

Wahai kau wajahwajah langit itu. Terimalah persembahan kata dalam setiap jejak jemari yang terus mengenang. Memanen kata membentuk prosa yang terus kucerita pada semesta. Kalian wajah langit, akan tetap menjadi sejarah dalam kehidupan fana ini. Mengantarkanku ke gerbang surga yang penuh dengan duriduri luka. Aku mencintaimu; wajahwajah langit. Dengan segala yang ada, segala yang tertakdir. Bahagia dan luka bukan hal yang begitu penting lagi. Karena aku-kita punya janji. Masuk surga tanpa panas api neraka. Menjadi batari yang terpilih.

Maka tengadah pada setiap senja dan malam panjang selalu kukirimkan. Untuk kita; para perindu surga dan bahagia. manusia di dunia ini tak akan pernah sama. Jadi tak apalah kita yang menyamakan dalam bahagia. setidaknya semua selalu berdamai dalam cinta. Jagalah hatihati saudarimu sebagaimana kau dengan tulus menjaga hatimu. Berlapanglapanglah kepada saudarimu sebagaimana kau selalu melapangkan dan memaklumi setiap kesalahanmu. Berilah tak hingga alasan untuk selalu mendoakan kebaikan. Karena itulah yang akan memberatkan kebaikanmu di akhirat; tempat sesungguhnya. Tempat selamanya. Tempat yang membahagia.

Maka aku akan tetap bercerita. Pada semesta yang memberiku kesementaraan untuk menabung. Menabung bahagia di surga. Dan kalian; para wajah langit itu, adalah anugerah terindah yang tertakdir untukku. Tak akan mampu segala laku atas nikmat ini. Semoga selalu akan membersamaiku dalam kebaikan. Dalam doa panjang. Dan dalam senyum ketulusan.

Jika kita berbuat baik, tentunya kebaikan pula balasan yang akan diberikan oleh Allah SWT. ”tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula.” (QS. Ar-Rahman;60)

Wajah-wajah langit; kalian adalah orang-orang terpilih untuk terus menjadi teladan. Tetaplah menjadi yang terbaik. “Sesungguhnya rahmat Allah Swt amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Mukminun :96)

Aku mencintai kalian karena Allah. Karena kebaikanNya telah mengenalkanku pada kalian. Semoga Allah mengumpulkan kita bersama orang-orang yang dicintaiNya dan mencintaiNya.

Jazakumullah khairan katsiran… J

29 November 2013