Rabu, 14 Mei 2014

Izinkan Aku Meminangmu




_ditulis oleh:  SINTA YUDISIA_


Perempuan sepertiku tak banyak.
Jangan tertipu oleh angka statistic yang mengatakan, perbandingan lelaki dan perempuan melebihi 1 : 4. Ada banyak kaum hawa di luar sana, tetapi percayalah, yang sepertiku hanya terbatas jumlahnya. Kalau kau bertanya-tanya, seperti apakah aku hingga sedemikian yakinnya, silakan renungkan.

Aku dan Dirimu

Antara aku dan dirimu dibatasi oleh rasa malu dan cinta.
Aku mencintai Robb ku melebihi segalanya, setingkat di bawahnya adalah lelaki paling mulia bernama Muhammad ibn Abdillah Saw. Setingkat di bawahnya adalah para shahabat, para salafus sholih. Setingkat di bawahnya lagi adalah para ulama dan ustadz di zaman ini yang selalu menyiangi taman hatiku dengan nasihat mereka. Layer terbawahnya adalah dirimu.
 
Jangan khawatir, aku selalu menyisihkan waktu untuk mendoakanmu menjadi pemimpin sejati, meski porsimu hanya kecil di hatiku.
 
Cintaku padamu, meski tak mutlak, tetap utuh dan sempurna. Sebab ia disempurnakan oleh rasa malu. Malu pada Robb ku jika aku masih meminta sesuatu pada sesuatu selain dariNya. Malu pada Nabiku yang dalam pikirannya hanya terpikir ummat, ummat, ummat; tak tersedia secuil hasrat cinta picisan yang mungkin, sesekali masih menghampiri makhluk sepertiku.

Aku dan Ilmu

Untuk lebih memahami dunia dengan segala permasalahannya, kapal besar yang akan membawa kita menuju negeri abadi, aku membutuhkan ilmu pengetahuan. Karenanya jangan heran, bila sebagian besar waktuku selain terisi oleh ibadah mahdhoh dan nawafil; kupergunakan untuk menimba ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang berada di majelis para sholihin atau di bangku akademis.
 
Jika, kemudian aku tak menemukanmu, pada akhirnya ilmu pengetahuan kukejar demi mempersiapkan sumbangsihku yang lebih besar bagi umat. Jangan salah berpikir mengapa aku sibuk mengejar ilmu, strata satu, dua, tiga hingga ke negeri seberang. Sebab aku tak mau terlalu resah, sibuk memikirkanmu. Waktuku terlalu berharga untuk menangisimu. Ummat masih menanti muslimah sepertiku, berkiprah menyelesaikan masalah-masalah yang semakin berkembang dan kompleks dari waktu ke waktu.

Aku dan Dakwah

Aku masih belum selevel bunda Aisyah ra yang menghafal ribuan hadits. Belum selevel Jahanara, putri Shah Jahan yang menelusuri jalan tasawuf usai bertikai dengan Aurangzeb, penguasa dinasti Mughal. Belum setara dengan Tawakkul Karman, peraih nobel perdamaian. Belum setara dengan Zaynab Al Ghazali atau Lathifah as Shuli, perempuan terhormat dalam pergerakan di Mesir.
 
Tapi benakku dipenuhi bagaimana mengentaskan muslimah kampus agar lebih memahami Islam secara utuh, bagaimana mengentaskan ibu-ibu dari keterpurukan ekonomi, bagaimana agar anak dan remaja tidak tumbuh di jalanan. Bagaimana agar kita punya kontribusi pada kehidupan bangsa dan negara.
 
Dirimu, berada pada layer terakhir di benakku. Tentu, terselip keinginan untuk meraih tanganmu, bersama menapaki jalan yang penuh onak duri tetapi juga dipenuhi harapan dan kesempatan luas terbentang.

Aku dan Waktu

Aku tahu, hidup dibatasi waktu.
Setiap tahapan usia memiliki tugasnya masing-masing.
Tapi aku tak mau dibatasi oleh budaya yang mengatakan bahwa usia lah yang memastikan perempuan harus memasuki usia pernikahan. Tak ada yang mampu memaksakan usia. Siapa dapat memastikan aku memilikimu di usia 20, 23, 25, 30 atau 38 bahkan 40 nanti?
 
Aku tak memusuhi waktu, sebab, ia adalah salah satu sumpah Tuhan dalam al Ashr. Aku, bersahabat dengan waktu. Tak akan kuhitung tahun, bulan, pekan, hari apalagi detik hanya untuk memuja namamu dan menantimu mengetuk pintu rumah orangtuaku.
 
Kau ada di sini, dalam hatiku, tetapi kusimpan rapi dan kulipat baik-baik dengan lapisan cinta dan malu. Aku tak akan memaksakan waktuku padamu, padaku, atau pada siapapun sebab setiap kejadian memiliki dimensinya sendiri-sendiri. Waktu yang kumiliki akan kuisi dengan sebaik-baik bekal, bagai backpacker yang mempersiapkan isi ranselnya dengan perkakas yang penting dan tepat. Lebih baik kuiisi waktu dengan menghafal Quran, membaca buku-buku, mengkaji ulang catatan pengajianku , berburu ladang dakwah baru, berbakti pada orangtuau, mengasuh adik-adikku dan bersilaturrahmi dengan karib kerabat; dan tentu saja, mengisi dahaga akan ilmu.

I am and Somewhere Out There

Aku, tak sama dengan perempuan yang kau temui di jalan-jalan. Yang menghabiskan waktu di depan cermin dengan mematut diri, berhitung, klinik kecantikan mana lagi yang bisa dikunjungi. Aku, tak sama dengan perempuan yang sibuk berhitung, kelak suamiku berpenghasilan berapa sehingga mengajakku keliling Eropa?
 
Aku tak ada di cafe, when night is still young.
Aku tak ada di mall ketika di akhir pekan, berburu tas Hermes dan sepatu atau discount baju.
Aku tak selalu ada di dunia maya, memandangi wajah kharismatikmu di foto profil , yang sering melempar nasehat berharga dan banyak gadis terhenyak dibuatnya.
 
Kalau kau mau mencariku, jasadku berada di belantara ladang-ladang dakwah. Di masjid, di perpustakaan, di kampus, atau menghabiskan waktu bersama teman-teman kampus; bersama kaum perempuan dan anak-anak, berbagi ilmu. Kalau kau mencariku, ruhku berada di outer space, ketika sepertiga malam. 
Mungkin kau bisa menemuiku di sana, saat kita tengah bermunajat bersama – meski tempat berbeda.
Ketika gelombang elektromagentik cinta kita beradu dalam aura makrokosmos yang sama.
 
Aku, berbeda dengan perempuan yang biasa kau temui.
Maharku mungkin murah.
Tetapi nilaiku, tak setara dengan emas yang kau bayarkan, insyaAllah.
Jadi, kuharap kau mengerti.
 
Kalau aku tak akan berkeliaran mencarimu, mengejar-ngejarmu.
Semakin lama kau menunda waktu, memperpanjang list yang kau gunakan untuk meminang bidadarimu : yang cantik, yang mapan, berkarir, lulus dengan pendidikan strata tertentu, dari kalangan terhormat.
Aku, biasa-biasa saja. Kecantikan istimewaku pada busana rapi dan kerudung yang kukenakan; pada lisan yang kuusahakan bertutur dengan isi yang bernas. Kedua orangtuaku hanya orang biasa, dan aku adalah tonggak keluarga. Aku mungkin tak akan membuat heartbeat mu berdetak ribuan kali lebih cepat.
 
Aku, mungkin hanya menawarkan sedikit. Untuk menghidupkan malammu. Untuk menjaga kehormatan, dunia dan akhiratmu. Pemikiran dan senyumku, semoga kelak bisa menaungi hatimu yang resah dan kelelahan. Jika, kau masih memimpikan daftar penantian akan bidadarimu, silakan. Mungkin namaku tak masuk disitu. 
Meski waktu bersanding kegelisahan dan lelah; semakin aku tangguh dan kuat dalam penantian serta munajat kepadaNya.
 
Aku yakin, Ia akan memilihkan seseorang yang tepat dan baik untukku, mungkin itu bukan dirimu. Aku justru mengkhawatirkan dirimu, yang terlalu lama menunda dan menanti, membuat daftar yang semakin panjang; maka kau tak akan mendapatkan perempuan sepertiku. Sebab semakin lama, bukan diin atau dakwah yang menjadi pertimbanganmu. Dunia dan kecantikan, yang kau sebut-sebut diperbolehkan oleh baginda Rasul Saw, membuatmu semakin pemilih.
Aku punya sebuah kisah yang mungkin layak disimak utntuk pemuda sepertimu.
**************

Ahmad bin Aiman, sekretaris Ibn Thulun datang ke Bashrah. Ia disambut oleh Muslim bin Umran, saudagar terkaya . Muslim bin Umran, bukan hanya kayaraya tetapi juga tampan dan kharismatik. Dalam jamuan makan kebesaran, datanglah kedua anak Muslim bin Umran. Mereka berdua sangat sopan santun, ingin berbicara dengan ayahnya dan menunggu kesempatan sang ayah datang. Ketampanan kedua anak itu mencengangkan para tamu, bukan itu saja, sikap yang sangat serasi antara akhlaq, pakaian dan rupanya membuat para tamu berbisik.
 
“Subhanallah,” decak Ibn Aiman. “Ibu anak ini pasti melebihi bidadari kecantikannya!”
 
Muslim bin Umran hanya tersenyum mendengar pujian para tamu dan berkata,” aku hanya ingin mengharapkan anda memintakan perlindungan Allah untuk mereka.”
 
Seluruh tamu penasaran dengaa kehidupan pribadi Muslim bin Umran, apalagi dengan kebahagiaan yang terlimpah demikian sempurna. Mereka memuji, megatakan kepandaian Ibn Umran memilih istri yagn tentunya cantik jelita dan dari keluarga terpandang. tentu hal yang masuk akal bila Ibn Umran yag kaya da tampan mengambil gadis bangsawan. Siapa yang dapat menolak nya?
 
Maka Muslim bin Umran berkisah mengenai masa mudanya.
Ia adalah pemuda petualang, suka berkelana, menimba ilmu. Hingga suatu hari tibalah di Balakh, ibukota Khurasan. Seorang Imam sholih bernama Abu Abdullah al Balakhi tengah membicarakan sebuah hadits dalam majelis,
 
“….seorang wanita yang hitam lebih baik dari wanita cantik yang mandul.”
 
Muslim bin Umran , yang muda dan penuh gairah, merasa belum pernah mendengar hadits tersebut. Apalagi penjelasan al Balakhi demikian mengesankan. Al Balakhi mengatakan bahwa, bahasa Arab sangat tinggi muatan sastranya. Rasulullah Saw senantiasa menghindarkan kata-kata celaan yang menyakitkan.
 
Al Balakhi mengatakan, bahwa makna “hitam” adalah salah satu istilah tersendiri, bukan makna hitam sesungguhnya. Hitam yang dimaksud adalah apa yang dibenci kaum lelaki dari wanita dalam hal bentuk dan rupa; menunjukan wanita yang tubuh dan auratnya tidak memenuhi selera. Ini dipakai Rasulullah Saw untuk mengangkat derajat & harkat wanita.
 
Al Balakhi melanjutkan, seorang perempuan yang cacat dan tidak cantik di mata orang lain, akan tampak menarik di mata anak-anaknya; bahkan lebih cantik dari ratu singgasana. Itulah penglihatan batin yang merasuk ke kedalaman makna. Jika menukik ke kedalaman jiwa, akan tampak kecantikan & keindahannya. 

Kehormatan perempuan terletak pada fitrah keibuannya. Meski perempuan itu jelek rupanya, jika ia memiliki fitrah keibuan maka ia jauh lebih cantik dari perempuan yang idnah raut wajahnya tetapi tidak menunjukkan fitrah sejatinya.
 
Hati dan akal harus diutamakan sebab mereka adalah dua pertiganya, bukan justru sepertiga yang harusdiutamakan.
Sembari menceritakan ulang ksiah perjalanan masa mudanya bertemu Al Balakhi, Muslim bin Umran menambahkan ayat,”…sekiranya engkau membenci sesuatu sedang di sana Allah SWT memberikan banyak kelebihan dan kebaikan padanya…
Ibn Aiman melompat gembira.
“Ini adalah kata-kata malaikat yang kudengar dari lisanmu kawan, ya Umran!”
“Apalagi jika kau dengar sendiri dari Abdullah Al Balakhi,” jawab Muslim. “Dialah yang membuatku suka pada yang jelek, cacat dan hitam. Setelah aku melihat diriku secara jujur , aku menginginkan istri yang berinsan kamil, berakhlaq mulia. Aku tak peduli apakah ia cantik, manis ataupun jelek dan buruk rupa. Jika kewanitaan yang dicari itu ada pada setiap wanita, tetapi untuk akal belum tentu ada pada setiap wanita.”

Maka kemudian, Muslim bin Umran meminang seorang gadis.
Siapa oraagntua si gadis, tidak terlalu disebut. Sebut saja namanya syaikh Ahmad. Syaikh Ahmad menolak puluhan pelamar, menjaga putrinya dengan ketat dan menerima Muslim bin Umran. Ketika malam pertama Muslim melihat sang perempuan, seketika teringatlah ucapan Al Balakhi.
Di hadapannya berdiri seorang yang jelek dan cacat.
Tetapi gadis itu, dengan rendah hati memegang tangannya,
“Tuanku, akulah rahasia yang dijaga ayahku demikian ketat. Ia menerimamu sebab percaya padamu. “
Gadis itu mengambil kotak perhiasan.
“Ini adalah hartaku. Allah SWT menghalalkan Tuan mengambil istri lagi. Pakaialah harta ini jika Tuan mengiginkan kecantikan.”
Muslim bin Umran, demikian teringat akan nasehat Al Balakhi. Dengan lemah lembut ia berkata,
”Demi Allah, percayalah….kau akan kujadikan sebagian dari duniaku, dari segi apa yang yang dibutuhka pria dari wanita. Aku hanya akan menempatkan kau sebagai satu-satunya dalam hatiku. Kaulah wanita satu-satunya, akan akan menutup rapat mataku untuk wanita lain dan tak akan berpaling.”
Gadis itu, ternyata seorang yang cerdas dan baik hati. Semakin lama terlihat segar dan menyenangkan. Perlahan menghilang kejelekannya, yang tampak hanyalah akal dan kecerdasannya. Ia menjadi istri kesayangan saudagar terkaya Bashra, Muslim bin Umran.
Para tamu di jamuan itu ternganga, terhenyak. tak menyangka seseorang seperti Muslim bin Umran memiliki istri yang jauh dari perkiraan mereka! Mereka merasa sangat malu di hadapan Muslim bin Umran yang memiliki keluhuran budi tak terduga
Ibn Aiman terharu.
Muslim memandangnya tersenyum,
 
”..lihatlah kedua anakku yang elok, Saudaraku. Kurnia Allah , mukjizat keimanan…..”
*************

You are
the real diamond among the strong stones
The real pearl in the dark sea
The shining star in night sky
You are ~Rose~
Among the beautiful flowers
all of my beloved muslimah sisters
Who still waiting for the real knight


Sedikit cuplikan dari #kitabcintapatahhati (Sinta Yudisia)



Suatu ketika, seorang perempuan dengan 6 orang anak bernama Lathifah as Shuli, memohon sesuatu. Mereka sudah sangat sering mengontrak rumah, pindah kesana kemari. Uang gaji suaminya habis bagi ummat. Kali ini, rumah kecil mereka akan digusur. Lagi-lagi, gaji suaminya sebagian besar digunakan untuk mengontrak kantor yayasan, atau mendanai dakwah. Sebab istana kecil mereka akan digusur, Lathifah memohon suaminya membeli rumah.

Bijak suaminya tersenyum, menghibur.
“Ummu Wafa, aku tak bisa menjanjikan untukmu rumah di sini. Tetapi insyaAllah, aku akan membangunkan untukmu rumah di surga.”

Sejak itu Lathifah as Shuli atau Ummu Wafa tak lagi mendesak masalah rumah.
Ketika suaminya syahid tertembak, dikuburkan dalam suasana sepi, kedua orangtua lelaki itu sangat berduka. Lathifah menghibur mereka dan mengatakan,”…terimakasih wahai ayah ibu, telah menikahkanku dengan lelaki paling baik yang pernah ada.”

Lelaki itu mungkin tidak berada dalam mimbar-mimbar orasi. Tak setampan cowok cowok metroseksual, tak semenarik cowok-cowok oriental. Fotonya tak terpampang dalam pilkada. Ia juga tidak berambisi menjadi orang nomer satu dunia. Keinginannya sederhana : menjadikan Islam secara keseluruhan sebagai way of life.

Dan ia adalah bukti Qowwam cinta sejati, yang mampu meneguhkan hati perempuan yang gundah. Mampu meredam susah. Perempuan, ibu, istri mana yang tak ingin punya rumah sendiri bagi tempat berteduh anak-anaknya? Dalam kegelisahan seorang perempuan, keputusan seorang qowwam cinta demikian meneguhkan : kujanjikan tempat untukmu Sayangku, Cintaku, di surga nanti. Sebab hartaku tak akan cukup untuk membeli properti bagimu. Harta halalku tak cukup untuk memenuhi semua keinginanmu.

Seorang Qowwam cinta, sebenar-benar imam, itulah yang dibutuhkan perempuan.
Lelaki itu, yang menjanjikan sebuah rumah di surga bagi istrinya, bernama Hasan Al Banna.
Siapakah pemuda yang tak ingin menjadi Qowwan Cinta seperti al Banna? Siapa pula perempuan yang akan menolak Qowwam Cinta macam itu?






Senin, 12 Mei 2014

Al-Qarafi, Penemu Teori Pelangi




Berawal dari serangkaian pertanyaan, Shihab al-Din Abu Al Abbas Ahmad Ibn Idris Al Sanhaji Al-Qarafi, akrab dipanggil Al-Qarafi, akhirnya mampu mengurai misteri pelangi. Penjelasan ini, terangkum dalam karya ilmiahnya, Kitab Al-Istibar fi ma Tudrikuhu Al-Abhsar atau Buku Tentang Apa yang Dapat Ditangkap oleh Mata.


Buku mengenai persoalan optik itu, sebenarnya ditulis Al-Qarafi untuk menjawab lima pertanyaan Raja Sisilia, Frederick II, yang diajukan kepada Sultan Kamil Muhammad, dari Dinasti Ayyubiyah. Catatan sejarah, tak bisa mengungkapkan apakah ini sama dengan istilah yang disebut dengan Sicilian Question.

Mengutip buku Histografi Islam Kontemporer, karya cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Sultan Kamil Muhammad itu, Al-Qarafi, banyak merenung, berpikir, dan membuat sejumlah penelitian. Eksperimen pun dilakukan untuk mengurai misteri tentang pelangi itu.

Akhirnya, Al-Qarafi pun menemukan jawaban. Ia tahu, bagaimana pelangi bisa muncul di angkasa setelah hujan turun dengan beragam warna, yaitu merah, kuning, dan biru. Dalam bukunya, ia menjelaskan, pelangi bisa muncul di langit karena adanya pancaran sinar matahari terhadap asap atau uap yang berada di udara.

Apa yang diungkapkan Al-Qarafi, sebenarnya sama dengan penjelasan yang disampaikan Ibnu Sina, seorang dokter dan juga ahli filsafat, kelahiran Persia. Ada pula Aristoteles, seorang filsuf Yunani yang juga menguasai bidang fisika, metafisika, dan biologi, diketahui memberikan penjelasan tentang pelangi.

Meskipun pendapat munculnya pelangi sudah diungkapkan oleh para ilmuwan lain sebelumnya, tetapi dalam hal menjelaskan tentang kerangka maupun aturan timbulnya warna pelangi, pemikiran Al Qarafi benar-benar orisinal dan tidak terpengaruh oleh pemikiran ilmuwan sebelumnya. Tak heran jika ia disebut sebagai penemu asli teori pelangi.

Soal warna pelangi, Al-Qarafi menyatakan, dalam asap warna sinar matahari selalu merah seperti juga warna matahari ketika akan tenggelam dan ketika mulai muncul dan bersinar di pagi hari dengan memancarkan berkas-berkas sinarnya. Warna merah yang muncul dari matahari, terdiri atas warna sinar matahari dan warna asap.

Menurut Al-Qarafi, kabut merupakan bagian asap yang sangat tebal dan kemudian berubah menjadi batu di tempat-tempat yang sangat tinggi dan sangat dingin. Tetapi, pada daerah-daerah yang lebih rendah dan daerah-daerah yang sangat jauh dari kawasan yang begitu dingin, kabut muncul dari Bumi akibat panasnya perut Bumi.

Asap kabut yang muncul dari Bumi tersebut berwarna hampir hitam atau kadang-kadang muncul berwarna biru langit, tetapi sangat jarang muncul dengan warna putih tanpa warna biru. Warna setelah merah adalah warna hitam. Sudah menjadi ketentuan bahwa jika warna hitam dicampur dengan warna merah, maka yang akan muncul adalah warna kuning.

Karena itulah, warna pelangi menjadi merah, kuning, biru langit, dan warna-warna murni lainnya. Al-Qarafi mengatakan, terdapat dua macam warna pelangi, yaitu warna asap dan warna matahari, serta warna pelangi yang tersusun dari kedua unsur itu. Penjelasannya tentang warna pelangi didasarkan pada prinsip keempat pada awal bukunya.

Al-Qarafi juga menyimpulkan bahwa warna cermin tak memantulkan kembali warna-warna asli sepenuhnya dari objek yang dipantulkannya. Ini merupakan hasil eksperimen maupun penelitian yang telah dilakukannya sekian lama. Warna citra yang dipantulkan cermin tersebut merupakan warna yang muncul antara warna objek dan cermin itu sendiri.

Penjelasan lain yang benar-benar berasal dari pemikiran Al-Qarafi, yaitu mengenai pertanyaan mengapa pelangi hanya muncul pada waktu-waktu tertentu. Pelangi, tak muncul setiap hari. Menurut dia, pelangi tak muncul setiap waktu karena tidak adanya bukit maupun awan mendung di balik partikel-partikel kabut.

Penyebab lainnya adalah kepekatan awan dari mana pelangi terbentuk. Partikel-partikel dalam keadaan yang amat pekat menjadi tidak tembus cahaya, tidak seperti cermin. Aristoteles, sebenarnya juga pernah menjelaskan tentang hal yang sama. Namun, penjelasan itu tak spesifik dan lengkap seperti penjelasan yang diajukan Al-Qarafi.

Dengan demikian, sejumlah kalangan menilai bahwa penjelasan Al-Qarafi tentang pelangi dianggap paling memuaskan dibandingkan penjelasan para ilmuwan lain. Sejumlah ilmuwan lain yang pernah menjelaskan tentang pelangi, di antaranya Seneca, Theodororius of Frieberg, Roger Bacon, dan Ibnu Rusyd.
Selain itu, teori Al-Qarafi tentang pelangi menjadi pijakan bagi penyelidikan tentang pelangi pada masa-masa berikutnya.

Al-Qarafi, dikenal sebagai ilmuwan yang memiliki kemampuan di bidang astronomi dan fisika. Ia dilahirkan di distrik Bahnasa, Mesir, sekitar 1228 M. Sejarawan Islam bernaman Haji Khalifah, mengungkapkan, nama Al-Qarafi berhubungan dengan nama sebuah pemakaman umum di Kota Kairo, yang pernah menjadi tempat mukimnya.

Menurut Haji Khalifah, dengan fakta yang ia miliki bisa dipastikan bahwa Al-Qarafi memang berasal dari Mesir. Di sisi lain, tak banyak hal yang bisa diketahui dari kehidupan Al-Qarafi ini. Tempat meninggal Al-Qarafi, misalnya, tak diketahui secara pasti. Namun, diperkirakan ia meninggal di Mesir pada 684 H atau 1285 M.