Dulu sekali, sekitar empat tahun yang lalu. Saat aku baru
mulai mengenalmu. Di sebuah sekolah yang menjadi tempatku mempraktekkan ilmuku
yang baru bertunas. Kau, telah banyak memberiku pengajaran. Ilmu dan akhlak,
cita-cita dan kerja. Tujuan dan mimpi. Tentang usaha, tentang pengorbanan. Kau
mampu membuatku ingin sepertimu.
“pahlawan tanpa tanda jasa”
Aku tahu, kau enggan bercanda denganku. Karena aku tahu kau
ingin aku menekuni upaya dengan sesungguhnya. Kau ingin aku menjadi lebih baik
dari yang lain. Bahkan setiap hari kau selalu membersamaiku untuk memberikan
penjelasan pada anak-anakmu, masa depanmu.
Kau; kepadaku adalah sosok yang tak banyak bicara. Bahkan
memanggil namaku saja tak sesering mungkin. Kau amat sangat disiplin. Rajin dan
taat pada Rabbmu. Saat aku telat membersamaimu masuk dalam ruang pembelajaran.
Kau tak bicara, hanya mengisyaratkan agar aku membantumu, membagikan soalsoal
ulangan harian anak-anakmu. Aku yang baru mengenalmu, berusaha mengeja setiap
gerakmu, katakatamu, dan membaca tulisantulisanmu.
Ya, Kau yang selalu menuliskan tentangku disetiap
pelajaranku berakhir. Kau diam dibangku paling belakang, dan aku terus gemetar
dalam penjelasan. Tapi ternyata kini aku sangat amat merindumu. Dan setiap
‘surat’mu atas kerjaku setiap harinya selalu kubaca sepulang sekolah, kusimpan
dan kuamalkan. Semampuku kulaksanakan amanatmu dalam tulisan; karena kau terlalu
menghormatiku. Mungkin itu sangkaku kepadamu; teladan, guru, dan ayah.
Setiap coretanmu menyuguhkan arti perhatianmu yang begitu
istimewa. Untukku yang mungkin berbeda kau sikapi. Tapi aku tahu; dalam diammu,
doadoa semoga terijabah dan selalu terkabulkan untukku-untukmu. Setiap
pandangku kepadamu adalah kesempatan istimewa. Tuturmu adalah pelajaran
berharga yang sulit untuk kulewatkan. Bahkan sesekali aku sengaja menyuruhmu
dan ingin melihatmu sebagai pahlawan itu. Pahlawan yang kubanggakan. Kau; sangat
istimewa bagiku, bagi anakanak itu, dan bagi semua.
Dan kini, kabar itu terlalu benar untuk kuelakkan. Tak
seperti tahuntahun yang lalu. Kabar itu dapat terelakkan karena takdirNya
belumlah menutup duniamu. Tapi kini, semua terlalu nyata dan menyakitkan
untukku, mungkin juga untuk semua yang mengenalmu. Kau; begitu baik pak. Tapi
aku bisa berbahagia, karena doadoa kembali bergemuruh untukmu. Doadoamu menari
nari dan bersiap membawamu ke surgaNya. Karena yang kutahu kau selalu
mendoakanku; menjadi wanita yang solehah. Jazakallah pak, semoga kau dapat
terus mendoakanku, saat kau begitu dekat denganNya.
“maaf, aku tak melaksanakan inginmu. Karena waktu terlalu
menekanku untuk cepat menyelesaikan studiku. Jadi aku urung untuk merubah judul
buku tebal itu. Semoga kau tak menagihku ya pak.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar