Suatu ketika, seorang perempuan dengan 6 orang anak bernama Lathifah as Shuli, memohon sesuatu. Mereka sudah sangat sering mengontrak rumah, pindah kesana kemari. Uang gaji suaminya habis bagi ummat. Kali ini, rumah kecil mereka akan digusur. Lagi-lagi, gaji suaminya sebagian besar digunakan untuk mengontrak kantor yayasan, atau mendanai dakwah. Sebab istana kecil mereka akan digusur, Lathifah memohon suaminya membeli rumah.
Bijak suaminya tersenyum, menghibur.
“Ummu Wafa, aku tak bisa menjanjikan untukmu rumah di sini. Tetapi insyaAllah, aku akan membangunkan untukmu rumah di surga.”
Sejak itu Lathifah as Shuli atau Ummu Wafa tak lagi mendesak masalah rumah.
Ketika suaminya syahid tertembak, dikuburkan dalam suasana sepi, kedua orangtua lelaki itu sangat berduka. Lathifah menghibur mereka dan mengatakan,”…terimakasih wahai ayah ibu, telah menikahkanku dengan lelaki paling baik yang pernah ada.”
Lelaki itu mungkin tidak berada dalam mimbar-mimbar orasi. Tak setampan cowok cowok metroseksual, tak semenarik cowok-cowok oriental. Fotonya tak terpampang dalam pilkada. Ia juga tidak berambisi menjadi orang nomer satu dunia. Keinginannya sederhana : menjadikan Islam secara keseluruhan sebagai way of life.
Dan ia adalah bukti Qowwam cinta sejati, yang mampu meneguhkan hati perempuan yang gundah. Mampu meredam susah. Perempuan, ibu, istri mana yang tak ingin punya rumah sendiri bagi tempat berteduh anak-anaknya? Dalam kegelisahan seorang perempuan, keputusan seorang qowwam cinta demikian meneguhkan : kujanjikan tempat untukmu Sayangku, Cintaku, di surga nanti. Sebab hartaku tak akan cukup untuk membeli properti bagimu. Harta halalku tak cukup untuk memenuhi semua keinginanmu.
Seorang Qowwam cinta, sebenar-benar imam, itulah yang dibutuhkan perempuan.
Lelaki itu, yang menjanjikan sebuah rumah di surga bagi istrinya, bernama Hasan Al Banna.
Siapakah pemuda yang tak ingin menjadi Qowwan Cinta seperti al Banna? Siapa pula perempuan yang akan menolak Qowwam Cinta macam itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar