Jumat, 29 November 2013

Wajah-wajah Langit



Ketika itu mentari masih malu-malu memandangku. Hujan semalam masih menyisakan gigil yang kuyup. Akupun masih enggan beranjak dari ruangku. Ruang terdalam yang selalu kukunci. Aku masih basah oleh gerimisku semalam. Langit sedang berbaik hati, semalam diutusnya hujan untuk menemaniku agar tak terlalu sendu. Agar tak terlalu berisik bermalam dengan duka yang kerap menganak sungai. Membentuk jalaran di pipi dan guratan kerak di pagi hari. Karena itulah, mentari masih sangat malu bertamu di ruangku, masih segan dengan keadaanku yang carut marut. Tapi saat itu aku begitu tenang dengan hadirnya mentari yang malu-malu. Kupandangi ia dengan separuh kesadaran sebagai manusia. Aku luruh dalam kehangatan yang menyentuhku sangat hangat. Semoga tak lekas jadi panas yang membakarku.

Tak bisa begini terus. Aku harus bangun dari mimpimimpi. Mengingat wajah wajah langit semakin membuatku basah. Basah karena gerimis yang selalu mencipta sendirinya. Setidaknya aku bisa membuat gambar separuh bulan di bibirbibir itu. Meski aku luka dan tak berdaya. Karena bahagia mereka adalah bahagiaku; maka kupaksakan, kumampukan, kukuatkan setiap langkah dan cerita. Aku akan tetap mengudara dalam kata dan prosa. Semua aku lakukan untuk menabung bahagia. Jika bukan di dunia, maka akhirat adalah tempat paling abadi dan terbaik. Surga-lah tempat itu. Tempat terbaik untuk orang baik.

Setiap hari adalah tunas baru bagiku. Siap membentuk kelapangan dihati sekitar adalah hal paling menyenangkan. Entah, meski masih bersisa luka hal lain, setidaknya aku bisa benarbenar merasa bahagia saat kulihat ceria diantara kita. Bahagiamu; bahagiaku. Itu saja. Semoga selalu tetap begitu.

Wahai kau wajahwajah langit itu. Terimalah persembahan kata dalam setiap jejak jemari yang terus mengenang. Memanen kata membentuk prosa yang terus kucerita pada semesta. Kalian wajah langit, akan tetap menjadi sejarah dalam kehidupan fana ini. Mengantarkanku ke gerbang surga yang penuh dengan duriduri luka. Aku mencintaimu; wajahwajah langit. Dengan segala yang ada, segala yang tertakdir. Bahagia dan luka bukan hal yang begitu penting lagi. Karena aku-kita punya janji. Masuk surga tanpa panas api neraka. Menjadi batari yang terpilih.

Maka tengadah pada setiap senja dan malam panjang selalu kukirimkan. Untuk kita; para perindu surga dan bahagia. manusia di dunia ini tak akan pernah sama. Jadi tak apalah kita yang menyamakan dalam bahagia. setidaknya semua selalu berdamai dalam cinta. Jagalah hatihati saudarimu sebagaimana kau dengan tulus menjaga hatimu. Berlapanglapanglah kepada saudarimu sebagaimana kau selalu melapangkan dan memaklumi setiap kesalahanmu. Berilah tak hingga alasan untuk selalu mendoakan kebaikan. Karena itulah yang akan memberatkan kebaikanmu di akhirat; tempat sesungguhnya. Tempat selamanya. Tempat yang membahagia.

Maka aku akan tetap bercerita. Pada semesta yang memberiku kesementaraan untuk menabung. Menabung bahagia di surga. Dan kalian; para wajah langit itu, adalah anugerah terindah yang tertakdir untukku. Tak akan mampu segala laku atas nikmat ini. Semoga selalu akan membersamaiku dalam kebaikan. Dalam doa panjang. Dan dalam senyum ketulusan.

Jika kita berbuat baik, tentunya kebaikan pula balasan yang akan diberikan oleh Allah SWT. ”tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula.” (QS. Ar-Rahman;60)

Wajah-wajah langit; kalian adalah orang-orang terpilih untuk terus menjadi teladan. Tetaplah menjadi yang terbaik. “Sesungguhnya rahmat Allah Swt amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Mukminun :96)

Aku mencintai kalian karena Allah. Karena kebaikanNya telah mengenalkanku pada kalian. Semoga Allah mengumpulkan kita bersama orang-orang yang dicintaiNya dan mencintaiNya.

Jazakumullah khairan katsiran… J

29 November 2013








Kapan lagi kutuliskan untukmu



Entah, sejak pertemuan dan perpisahan tanpa jeda kata. Kau yang tibatiba hadir disaat aku hampir memutus harap tentang segala. Tentang cerita dan tentang cita. Aku tahu, ini adalah bagian rencana yang telah dipersiapkan Tuhan untukku-untukmu.

Disaat aku mengharap sesuatu yang jauh dan sulit untuk kuraba. Kulihat dan kutemui. Allah mengirimkanmu lewat tulisan ini. Tulisan jemari yang sedari dulu sudah menjadi canduku. Aku pernah bilang menulis adalah duniaku. Dunia tersunyi dan terabadi jauh kedalam nurani. Dunia paling rahasia. Karena hanya ada aku dan penciptaku saja yang dapat masuk kedunia kecil terahasia ini.

Setiap langkah jemari yang menyentuh keyboard adalah pengembaraan tanpa henti yang terus dan akan selalu kulalui. Karena kata tak akan habis dengan melekatkannya pada satu cerita saja. Karena kata mempunyai ruang paling luas mengungkap segala. Karena kata begitu mantra, maka tak cukup kau hanya menduga. Karena kau tak akan mampu menjamah dunia tersunyiku bersamaNya.

Dan kini, kamu pun pergi perlahan. Menghilang dibalik semak kata yang juga mulai menjadi candumu. Tapi entah, kapan lagi kutuliskan untukmu. Sajak pelangi tanpa hujan. Karena hujan bagimu suatu nestapa yang memilukan dan menggigilkan harap tentang mimpi. Maka aku pun mengembara dalam jejak jemari menemukan mantra penunda hujan. Agar pelangi yang kau cari dapat kutuliskan dalam sajak yang belum usai kutulis. Karena yang dapat menyelesaikannya adalah keabadianmu menggerus halus warna, memolesnya pada pelangiku dan kita akan segera memanen cerita; bahwa kita akan bersama untuk saling melukis senja berpelangi tanpa hujan air mata. Bahwa kita akan saling menekan keyboard dalam senandung nyanyian rinai hujan dan pelangi. Karena sesungguhnya hujan bukanlah penyesalan, dan pelangi adalah keabadian yang memahat cinta dalam gerimis senja kita.  
Dan ketika aku mulai memikirkan tentang sajak yang belum usai. Maka aku akan membiarkan segala menuntunku dalam jejak kelanamu. Semoga masih ada sisa harap yang kau tinggal sebagai petanda bahwa kau benarbenar ingin kembali. Hanya waktu mengharuskanmu pergi mengejar mimpi.

;mimpi yang lain.
11 November 2013




Kamis, 28 November 2013

Kau Tidak Sendiri



Dulu itu sudah berlalu
Kini, kau disuruh bersabar
Menguatkan hati dan tegar
Menanam dalam keyakinan
Menggemburkan keberanian
Dan yang paling penting lagi
;kau tidak sendiri

Allah bersamamu
Kami selalu mendoakanmu
Karena jarak dan takdir
Belum pertemukan dalam ladang juang
Tapi percayalah
;kau tidak sendiri

Seluruh alam bergemuruh mengirimimu doa
Berharap kau selalu kuat dan bertahan
Perjuangkan kebenaran
Perjuangkan keadilan
Dan ingatlah
;kau tidak sendiri

Hati ini sakit teramat dalam
Saat kusaksikan lembaran foto
Saat kubaca berbagai berita
Tentangmu, yang Allah talikan kita dalam ikatanNya
Dan mata ini tak sanggup lagi membendung yang ada di dalamnya
Terus lahirkan jalan menuju doaku padamu
Dan aku yakin
;Allah selalu bersamamu

Saat langkah ini turut dalam sebuah pembelaan
Permohonan agar semesta berkeadilan dan berhati
Memandang dengan mata dan akal
Bahwa ini adalah kekejaman
Ini adalah kedzaliman

Dan inilah yang dapat kulakukan
Tapi percayalah; kau tidak sendiri

Dunia berseru bahwa kau pasti bertahan
Aku percaya bahwa tanahmu adalah tanah pilihan
Bahwa negerimu adalah negeri juang
Kau terpilih menjadi tentaraNya
Tugas menjaga agama
Pengorbanan paling akhir sedang kau daki
Maka selalu kuberdoa
;hapuskan segala duka
;hilangkan segala lara

Dan percayalah
;kau tidak sendiri


Wajah langit (1)



Udara ini tak pernah memintaku untuk terus menghirupnya. Memasukkan dalamdalam ke tubuhku. Mengalirkan darah yang membuatku mampu melangkah. Aku pun tak pernah sengaja melakukannya. Semua begitu pada mulanya. Aku ada dan udara pun ada. Tak pernah ada yang meminta untuk dapat saling melengkapi. Atau diuntungkan. Tapi ketiadaannya akan membuatku kehabisan waktu. Untuk menatap dunia lebih lama. 

Dan kamu, salah satu wajah langit itu. Wajah yang dengan keluasanmu memancarkan cahaya persahabatan. Cahaya yang dulu akupun tak pernah membayangnya. Bahkan pertemuan pun menjadi misteri yang kini nyata. Nyata untuk kita perlihatkan pada dunia. Kaulah mahluk yang ditakdirkan untuk bersama. Bersamaku dalam jalan yang masih panjang. Jalan menujuNya.

Maaf, atas segala yang masih luka. Segala yang masih rahasia. Inilah persembahan yang masih terus aku mampukan. Akan kukuras habis hal terbaik yang ada. Yang Dia takdirkan padaku. Untukmu, wajah langit itu.

Senyum itu. Senyum yang selalu kau hadirkan dalam segala. Selalu menguatkanku untuk terus bertahan. Memampukan langkah ke masa depan. Bahwa aku, pantas untuk menjadi yang terbaik. Dan itu kamu, pengiring dan alarm jejak pelangi. Tak akan mampu mengulang yang telah terlewat. Bahagiaku, bahagiamu.

Bukan. Bukan hanya kamu yang membutuhkan ini. Aku pun sama. Inilah hal yang tak pernah kita duga. Keterikatan hati karenaNya. Apakah kita pernah berdoa akan dipertemukan? Tentu tidak bukan? Karena mulanya pun kita tak saling mengenal. Jadi, ini adalah sebuah anugerah. Dan takdir untuk kita saling mengenal. Saling membahagia dan membagi rata luka. Luka yang tersisa dari malam panjang bergerimis itu.

Jadi, jangan lagi berkata bahwa kita tak saling membutuhkan. Karena kita akan tetap membersamai jalan ini. Jalan pelangi. Jalan para pendahulu yang telah menyempurnakan bahagia. Dan kita pun akan tetap memampukan hati dan menguatkan kaki untuk terus menuju masa itu. Masa bahwa kita akan diuji. Masa bahwa kita akan memilih atau terpilih. Masa bahwa kita adalah sang ratu batari. Batari dari dunia yang telah menjadi pemenang. Batari yang telah menguatkan diri menjaga kehormatan dan kemuliaan. Batari yang terus beribadah dan berpuasa. Batari yang mengulurkan pengorbanan jiwa-raga. Untuk yang mencipta segala. Batari dunia yang terpilih. Dan itu kamu-aku.

Beri aku tak hingga alasan untuk tetap menjemput surga. Maka akan kuberikan segala kebaikan yang tertitip dariNya. Untukmu; wajah langit itu.  





Jauh



Sepertinya dekat
sepertinya lekat
sepertinya erat
sepertinya...

Aku tahu kamu lebih kuat dariku
jadi, jangan lagi datang.